SIAPA PASIENNYA ?
Matahari
begitu terik, suara gaduh di ruang tunggu pun menambah kacau suasana rumah
sakit siang itu. Beberapa orang masih berdesakkan mengantri di ruang
pendaftaran. Tidak heran dengan keadaan seperti ini, karena rumah sakit ini
memang selalu ramai dikunjungi sebagai salah satu rumah sakit rujukan dari
puskesmas di daerah Purwokerto.
Aku sendiri
baru keluar dari poli THT, kecelakaan di kolam renang membuat telingaku
bermasalah sampai berdarah dan harus mendapat perawatan lanjutan karena gendang
telinga kiriku hampir robek. Sambil menahan rasa nyeri di telingaku, aku
berjalan membuntuti ibuku. Resep yang tadi diberikan oleh dokter spesialis
diselipkan di atas etalase ruang farmasi.
Siang itu
ruang tunggu didepan apotek benar-benar penuh, hanya tersisa satu bangku. Dan
akhirnya ibuku yang duduk diruang tunggu depan apotek. Ibu menyuruhku duduk
menunggunya di ruang tunggu di depan poli THT. Di tempat itupun hampir semua
bangku terisi, namun syukurlah masih tersisa satu bangku untuk aku duduki.
Disela-
sela waktu menuggu yang membosankan, aku berfikir “dari sekian banyak manusia
disekelilingku, adakah yang aku kenal ? Atau siapapun yang bisa aku ajak
berbicara sekedar berbasa basi menghilangkan rasa bosan menunggu ?”
Aku mulai
memutar kepala, melirik kanan kiri depan belakang, dan pandanganku terhenti
pada seorang wanita paruhbaya di belakangku. Ia tersenyum padaku, senyum penuh
arti, tapi entah apa maksudnya. Dan aku sebagai seseorang yang mengerti
tatakrama dan sopan santun, membalas senyumnya meski dengan benak penuh tanda
tanya. “Siapa wanita itu ? ; apa ia mengenalku? ; mengapa ia tersenyum padaku ? ; apa maksud
senyumnya itu ? ; apa ia tersenyum geli melihat tingkahku yang aneh (tengok
kanan kiri dan memperhatikan setiap orang di sekelilingku) ? ; jika ia hanya
tersenyum karena keramah tamahannya, mengapa ia hanya tersenyum padaku ? ; apa
menurutnya aku tidak sopan memandang orang-orang dan memperhatikannya satu
persatu ?” kira kira seperti itulah rasa penasaranku. Entahlah, sejauh yang aku
tau bahwa tersenyum kepada seseorang termasuk ibadah, selama itu tidak
berlebihan.
Mendapat
senyuman wanita tadi membuatku menghetikan aksiku. Aku kembali diam tertunduk
sambil sesekali membenarkan posisi duduk yang semakin tidak nyaman karena lama
menunggu ibu. Tiba-tiba aku mendengar suara gaduh di bangku belakang. Saat aku
coba mencari tau, aku melihat wanita yang tadi tersenyum padaku, sedang dibujuk
oleh seorang laki-laki yang aku rasa adalah suami atau anggota keluarganya. Wanita
itu tampaknya enggan masuk ke poli untuk diperiksa. Dilihat dari kondisi
badannya, ia sama sekali tidak terlihat seperti orang sakit pada umumnya.
Mungkin karena ia merasa tidak sakit maka ia enggan sekali meski seseorang
telah membujuknya.
Laki-laki
itu tampak kesal dan terus membujuk dengan sedikit berteriak,sedang si wanita balas
berteriak namun tetap bergeming dari tempat duduknya. Akhirnya dua orang
perawat datang demi mendengar kegaduhan itu, dan menuntun si wanita menuju
poliklinik,sedang laki-laki tadi mengikuti di belakang dengan muka penuh kesal.
Aku heran, mengapa wanita itu harus dipaksa untuk berobat kalau memang tidak sakit dan tidak merasa sakit ?
Belum habis
rasa penasaran ini, aku kaget saat mengetahui ke arah mana dua perawat yang
menuntun wanita itu berjalan. Poliklinik demi poliklinik dilewati dan menuju
poliklinik paling ujung dari deretan ruangan pemeriksaan. Saat aku membaca
tulisan yang terpajang di daun pintu poli yang mereka masuki, aku diam sesaat
untuk kemudian menahan hasrat untuk tertawa. Di satu sisi aku geli dengan
tingkahku tadi, tapi di sisi lain aku dalam keaadan sendiri yang tidak
memungkinkan untuk bisa tertawa lepas.
Aku menutup
mulut dan hidungku berpura-pura batuk, padahal aku sedang terlanjur tersenyum
geli mengingat apa yang baru saja aku alami, tersenyum pada seorang wanita yang
memang tidak aku kenal dimana wanita
tersebut ternyata adalah pasien yang sedang menuggu antrean dari poliklinik
kejiwaan. Jika wanita tadi adalah pasien poli kejiwaan, artinya aku baru saja
berbalas senyuman dengan orang yang sakit kejiwaannya.
Semua
pertanyaan yang tadi ada dalam benakku langsung musnah dengan satu aksi si
wanita dengan laki-lakinya dan dua perawat yang memasuki sebuah ruangan tak terduga. Pantas saja senyumnya aneh dan
penuh makna, entah apa maknanya, mungkin hanya dia seorang yang tau, dan aku ?
Apa karena aku baru saja tersenyum geli disaat aku sedang duduk tanpa teman
bicara bisa dipanggil dan menjadi pasien setelah wanita itu ? Demi berfikir
seperti itu aku langsung pergi ke arah apotek dan tertawa pada ibuku tanpa
menceritakan apa alasan dari kegelianku. Tentu saja ibuku terheran melihatku
tiba-tiba datang dan langsung tertawa tanpa alasan. Jadi, siapa pasiennya ??
_END_
Hahahhaha, yang ini suka banget aku, menghibur... bikin ngakak GOODJOB, CS
BalasHapusBagus love...
BalasHapusmakasih CS hehe
BalasHapusmakasih Faiz :)